Adalah Rasul SAW yang mempersiapkan diri betul
menyambut kedatangan setiap bulan Ramadhan.
Persiapan Rasul tersebut bukan hanya bersifat
jasmani, melainkan paduan jasmani dan rohani mengingat puasa sebagaimana ibadah
yang lain adalah paduan ibadah jasmani dan rohani, di samping ibadah yang
paling berat di antara ibadah wajib (fardu) lainnya.
Oleh sebab itu, ia disyariatkan paling akhir di
antara ibadah wajib lainnya. Persiapan jasmani tersebut dilakukan oleh Rasul
SAW melalui puasa Senin-Kamis dan puasa hari-hari putih (tanggal 13,14 dan 15)
setiap bulan sejak bulan syawal hingga Sya’ban.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwasanya
Rasulullah SAW senantiasa puasa Senin dan Kamis. Dikatakan kepada beliau,
“Wahai Rasul, engkau senantiasa puasa Senin dan Kamis.”
Beliau menjawab, “Sesungguhnya pada setiap
hari Senin dan Kamis Allah SWT mengampuni dosa setiap Muslim, kecuali dua orang
yang bermusuhan. Allah berfirman, ‘Tangguhkanlah keduanya sampai keduanya
berdamai’.” (HR. Ibnu Majah).
Dalam kaitannya dengan puasa tiga hari setiap
bulan, Rasul SAW bersabda kepada Abu Dzar Al-Ghifari RA, “Wahai Abu Dzar,
jika engkau ingin berpuasa setiap bulan, maka puasalah tanggal 13,14 dan 15.”
(HR. Tirmidzi).
Sedangkan persiapan rohani dilakukan oleh Rasul
SAW melalui pembiasaan shalat tahajud setiap malam serta zikir setiap waktu dan
kesempatan. Bahkan, shalat tahajud yang hukumnya sunah bagi kaum Muslimin
menjadi wajib bagi pribadi Rasul SAW.
Diriwayatkan oleh Aisyah RA yang bertanya kepada
Rasul SAW mengenai pembiasaan ssalat tahajud, padahal dosa-dosa beliau telah
diampuni oleh Allah SWT, Rasul SAW menjawab dengan nada yang sangat indah, “Apakah
tidak boleh aku menjadi hamba yang pandai bersyukur?”
Memasuki bulan Sya’ban, Rasul SAW meningkatkan
kuantitas dan kualitas ibadah puasa, qiyamul lail, zikir dan amal salehnya.
Peningkatan tersebut dikarenakan semakin dekatnya bulan Ramadhan yang akan
menjadi puncak aktifitas kesalehan dan spiritualitas seorang Muslim.
Jika biasanya dalam sebulan Rasul SAW berpuasa
rata-rata 11 hari, maka di bulan Sya’ban ini beliau berpuasa hampir sebulan
penuh. Dikisahkan oleh Aisyah RA bahwasanya, “Rasulullah banyak berpuasa (di
bulan Sya’ban) sehingga kita mengatakan, beliau tidak pernah berbuka dan aku
tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali puasa Ramadhan.
Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah banyak berpuasa (di luar Ramadhan)
melebihi Sya’ban.” (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam riwayat Usama bin Zayed RA dikatakan, “Aku
bertanya kepada Rasul, ‘Wahai Rasulullah, Aku tidak melihatmu banyak berpuasa
seperti di bulan Sya’ban?’ Beliau menjawab, ‘Sya’ban adalah bulan yang
dilupakan manusia, letaknya antara Rajab dan Ramadhan. Di bulan tersebut amal
manusia diangkat (ke langit) oleh Allah SWT dan aku menyukai pada saat amal
diangkat aku dalam keadaan berpuasa’.” (HR. An-Nasa’i).
Sya’ban adalah bulan penutup rangkaian puasa
sunah bagi Rasulullah SAW sebelum berpuasa penuh di bulan Ramadhan. Jika Rasul
telah mempersiapkan penyambutan Ramadhan dengan berpuasa minimal 11 hari di
luar Sya’ban dan 20-an hari di bulan Sya’ban, berarti untuk menyambut Ramadhan
Rasulullah SAW telah berpuasa paling sedikitnya 130 hari atau sepertiga lebih
dari jumlah hari dalam setahun.
Maka, hanya persiapan yang baiklah yang akan mendapat
hasil yang baik, dan demikian pula sebaliknya. Semoga Allah SWT memberikan
kesempatan kepada kita untuk mempersiapkan diri di bulan Sya’ban sehingga
memperoleh hasil yang maksimal di akhir Ramadhan.
Sumber: republika.co.id
Komentar
Posting Komentar